PANDUAN I’TIKAF ROMADHON
Diantara rangkaian ibadah-ibadah
dalam bulan suci Ramadhan yang dangat dipelihara sekaligus diperintahkan
(dianjurkan ) oleh Rasulullah SAW adalah i'tikaf. setiap muslim dianjurkan
(disunnatkan) untuk beri'tikaf di masjid, terutama pada 10 hari terakhir bulan
Ramadhan. I'tikaf merupakan sarana meditasi dan kontemplasi yang sangat efektif
bagi muslim dalam memelihara keislamannya khususnya dalam era globalisasi,
materialisasi dan informasi kontemporer.
I.
Definisi I'tikaf
II.
Hukum I'tikaf
Hal ini dilakukan oleh beliau
hingga wafat, kecuali pada tahun wafatnya beliau beri'tikaf selama 20 hari.
Demikian halnya para shahabat dan istri beliau senantiasa melaksanakan ibadah
yang amat agung ini. Imam Ahmad berkata: " Sepengetahuan saya tak seorang
pun ulama mengatakan i'tikaf bukan sunnat".
III.
Fadhilah ( keutamaan ) I'tikaf
Abu Daud pernah bertanya
kepada Imam Ahmad: Tahukan anda hadits yang menunjukkan keutamaan I'tikaf?
Ahmad menjawab : tidak kecuali hadits lemah. Namun demikian tidaklah mengurangi
nilai ibadah I'tikaf itu sendiri sebagai taqorrub kepada Allah SWT. Dan
cukuplah keuatamaanya bahwa Rasulullah SAW, para shahabat, para istri
Rasulullah SAW dan para ulama' salafus sholeh senantiasa melakukan ibadah ini.
IV.
Macam-macam I'tikaf
I'tikaf yang disyariatkan ada
dua macam; satu sunnah, dan dua wajib. I'tikaf sunnah yaitu yang dilakukan
secara sukarela semata-mata untuk bertaqorrub kepada Allah SWT seperti i'tikaf
10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dan I'tikaf yang wajib yaitu yang didahului
dengan nadzar (janji), seperti : "Kalau Allah SWT menyembuhkan sakitku
ini, maka aku akan beri'tikaf.
V.
Waktu I'tikaf
Untuk i'tikaf wajib tergantung
pada berapa lama waktu yang dinadzarkan , sedangkan i'tikaf sunnah tidak ada
batasan waktu tertentu. Kapan saja pada malam atau siang hari, waktunya bisa
lama dan juga bisa singkat. Ya'la bin Umayyah berkata: " Sesungguhnya aku
berdiam satu jam di masjid tak lain hanya untuk i'tikaf".
VI. Syarat-syarat
I'tikaf.
Orang yang i'tikaf harus memenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut :
1. Muslim.
2. Berakal
3. Suci dari janabah ( junub), haidh dan nifas.
1. Muslim.
2. Berakal
3. Suci dari janabah ( junub), haidh dan nifas.
Oleh karena itu i'tikaf tidak
diperbolehkan bagi orang kafir, anak yang belum mumaiyiz (mampu membedakan),
orang junub, wanita haidh dan nifas.
VII.
Rukun-rukun I'tikaf
1. Niat
(QS. Al Bayyinah : 5), (HR: Bukhori & Muslim tentang niat)
2. Berdiam di masjid (QS. Al Baqoroh : 187)
2. Berdiam di masjid (QS. Al Baqoroh : 187)
Disini ada dua pendapat ulama
tentang masjid tempat i'tikaf . Sebagian ulama membolehkan i'tikaf disetiap
masjid yang dipakai shalat berjama'ah lima
waktu. Hal itu dalam rangka menghindari seringnya keluar masjid dan untuk
menjaga pelaksanaan shalat jama'ah setiap waktu.
Ulama lain mensyaratkan agar
i'tikaf itu dilaksanakan di masjid yang dipakai buat shalat jum'at, sehingga
orang yang i'tikaf tidak perlu meninggalkan tempat i'tikafnya menuju masjid
lain untuk shalat jum'at. Pendapat ini dikuatkan oleh para ulama Syafi'iyah
bahwa yang afdhol yaitu i'tikaf di masjid jami', karena Rasulullah SAW i'tikaf
di masjid jami'. Lebih afdhol di tiga masjid; masjid al-Haram, masjij Nabawi,
dan masjid Aqsho.
VIII.
Awal dan akhir I'tikaf
Khusus i'tikaf Ramadhan
waktunya dimulai sebelum terbenam matahari malam ke 21. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW : " Barangsiapa yang ingin i'tikaf dengan ku, hendaklah ia
beri'tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan (HR. Bukhori). 10 (sepuluh) disini
adalah jumlah malam, sedangkan malam pertama dari sepuluh itu adalah malam ke
21 atau 20.
Adapun waktu keluarnya atau
berakhirnya, kalau i'tikaf dilakukan 10 malam terakhir, yaitu setelah terbenam
matahari, hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama
mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menuggu sampai shalat ied.
IX.
Hal-hal yang disunnahkan waktu i'tikaf
Disunnahkan agar orang yang
i'tikaf memperbanyak ibadah dan taqorrub kepada Allah SWT , seperti shalat,
membaca al-Qur'an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada
Nabi SAW, do'a dan sebagainya. Termasuk juga didalamnya pengajian, ceramah,
ta'lim, diskusi ilmiah, tela'ah buku tafsir, hadits, siroh dan sebagainya.
Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah-ibadah mahdhah.
Bahkan sebagian ulama meninggalkan segala aktifitas ilmiah lainnya
dan berkonsentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah.
X.
Hal-hal yang diperbolehkan bagi mu'takif (orang
yang beri'tikaf)
1. Keluar dari tempat i'tikaf
untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap
istrinya Shofiyah ra. (HR. Riwayat Bukhori Muslim)
2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
3. Keluar dari tempat keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluanya .
4. Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
3. Keluar dari tempat keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluanya .
4. Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
XI.
Hal-hal yang membatalkan I'tikaf
1. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski
sebentar, karena meninggalkan salah satu rukun i'tikaf yaitu berdiam di masjid.
2. Murtad ( keluar dari agama Islam ) (QS. 39: 65
3. Hilangnya akal, karena gila atau mabuk
4. Haidh
5. Nifas
6. Berjima' (bersetubuh dengan istri) (QS. 2: 187). Akan tetapi memegang tanpa syahwat, tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri- istrinya.
7. Pergi shalat jum'at ( bagi mereka yang membolehkan i'tikaf di mushalla yang tidak dipakai shalat jum'at)
2. Murtad ( keluar dari agama Islam ) (QS. 39: 65
3. Hilangnya akal, karena gila atau mabuk
4. Haidh
5. Nifas
6. Berjima' (bersetubuh dengan istri) (QS. 2: 187). Akan tetapi memegang tanpa syahwat, tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri- istrinya.
7. Pergi shalat jum'at ( bagi mereka yang membolehkan i'tikaf di mushalla yang tidak dipakai shalat jum'at)
XII.
I'tikaf bagi Muslimah
I'tkaf disunnahkan bagi wanita
sebagaimana disunnahkan bagi pria. Selain syarat-syarat yang disebutkan tadi,
i'tikaf bagi kaum wanita harus memenuhi syarat-syarat lain-sbb:
1. Mendapat izin (ridlo) suami atau orang tua. Hal itu disebabkan karena ketinggian hak suami bagi istri yang wajib ditaati, dan juga dalam rangka menghindari fitnah yang-mungkin-terjadi.
2. Agar tempat i'tikaf wanita memenuhi kriteria syari'at. Kita telah mengetahui bahwa salah satu rukun atau syarat i'tikaf adalah masjid. Untuk kaum wanita, ulama sedikit berbeda pendapat tentang masjid yang dapat dipakai wanita beri'tikaf. Tetapi yang lebih afdhol- wallahu 'alam- ialah tempat shalat di umahnya. Oleh karena bagi wanita tempat shalat dirumahnya lebih afdhol dari masjid wilayahnya. Dan masjid di wilayahnya lebih afdhol dari masjid raya. Selain itu lebih seiring dengan tujuan umum syari'at Islamiyah, untuk menghindarkan wanita semaksimal mungkin dari tempat keramaian kaum pria, seperti tempat ibadah di masjid. Itulah sebabnya wanita tidak diwajibkan shalat jum'at dan shalat jama'ah di masjid. Dan seandainya ke masjid ia harus berada di belakang. Kalau demikian, maka i'tikaf yang justru membutuhkan waktu lama di masjid , seperti tidur, makan, minum, dan sebagainya lebih dipertimbangkan. Ini tidak berarti i'tikaf bagi wanita tidak diperboleh di masjid. Wanita bisa saja i'tikaf di masjid dan bahkan lebih afdhol apabila masjid tersebut menempel dengan rumahnya, jama'ahnya hanya wanita, terdapat tempat buang air dan kamar mandi khusus dan sebagainya.
1. Mendapat izin (ridlo) suami atau orang tua. Hal itu disebabkan karena ketinggian hak suami bagi istri yang wajib ditaati, dan juga dalam rangka menghindari fitnah yang-mungkin-terjadi.
2. Agar tempat i'tikaf wanita memenuhi kriteria syari'at. Kita telah mengetahui bahwa salah satu rukun atau syarat i'tikaf adalah masjid. Untuk kaum wanita, ulama sedikit berbeda pendapat tentang masjid yang dapat dipakai wanita beri'tikaf. Tetapi yang lebih afdhol- wallahu 'alam- ialah tempat shalat di umahnya. Oleh karena bagi wanita tempat shalat dirumahnya lebih afdhol dari masjid wilayahnya. Dan masjid di wilayahnya lebih afdhol dari masjid raya. Selain itu lebih seiring dengan tujuan umum syari'at Islamiyah, untuk menghindarkan wanita semaksimal mungkin dari tempat keramaian kaum pria, seperti tempat ibadah di masjid. Itulah sebabnya wanita tidak diwajibkan shalat jum'at dan shalat jama'ah di masjid. Dan seandainya ke masjid ia harus berada di belakang. Kalau demikian, maka i'tikaf yang justru membutuhkan waktu lama di masjid , seperti tidur, makan, minum, dan sebagainya lebih dipertimbangkan. Ini tidak berarti i'tikaf bagi wanita tidak diperboleh di masjid. Wanita bisa saja i'tikaf di masjid dan bahkan lebih afdhol apabila masjid tersebut menempel dengan rumahnya, jama'ahnya hanya wanita, terdapat tempat buang air dan kamar mandi khusus dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar